Jumat, 19 Agustus 2011

Cara Allah mengajari kita - Lesson learnt #4

Lesson learnt #4: Sosok tua penuh cahaya

“Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”

Merasa familier dengan do'a di atas? Ya, anda benar. Do'a di atas sering kita lantunkan sebagai do'a kepada kedua orang tua. Do'a tersebut memiliki arti yang sangat indah, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka telah memeliharaku sewaktu aku kecil.” Saya menggaris bawahi penggalan "sewaktu aku kecil".

Saat itu jam menunjukkan pukul 05.30 pagi. 

Saya terbangun mendengar gemerisik suara dari bawah tempat tidur, perlahan saya membuka mata dan sontak diserbu oleh deraan rasa nyeri dari tangan kanan saya yang baru dioperasi. Tampak mamak saya sedang merapikan barang-barang, melipat kain dan memasukkannya ke dalam tas. Dengan sweater hitamnya, mamak sudah rapi, siap untuk pulang ke rumah. Mengetahui saya sudah terjaga, mamak segera mengusap kepala saya dan mengatakan bahwa ia akan pulang sebentar ke rumah, memasak bubur untuk saya dan menyiapkan makanan ayah di rumah. Lalu insya Allah ia akan kembali sekitar pukul 8 dan bergantian jaga dengan suami saya yang nanti harus berangkat kerja. Dengan bismillah ia langkahkan kaki tuanya menuju pangkalan becak di pelataran parkir rumah sakit.

Air mata saya mengalir tatkala membayangkan bahwa mamak harus menuruni tangga dari lantai 3 tempat saya dirawat (lift rusak), lalu ia harus menerpa dinginnya udara subuh sepanjang perjalanan menuju rumah, setibanya di rumah ia harus memasak, membersihkan rumah, menyiapkan segala keperluan ayah, lalu kembali lagi ke rumah sakit dan menaiki tangga yang sama hingga tiba ke kamar saya. Hal ini dilakukannya setiap hari selama 9 hari rawatan saya. Diusianya yang ke 65 tahun, saya tahu bahwa tubuh tuanya tak lagi prima, radang sendi (rheumatoid arthritis dan osteoartritis) sudah lama menyerang, kemampuan paru dan jantung yang semakin menurun juga telah tampak, namun ia selalu tersenyum dan menyembunyikan sakitnya. Seringkali saya melihatnya duduk sambil terengah-engah usai menaiki tangga, namun seperti biasa, ia tetap tersenyum.

Air mata saya mengalir semakin deras saat memikirkan ayah yang sudah renta. Usianya 71 tahun, kondisi tubuh yang sudah melemah membuatnya tak mampu naik tangga rumah sakit untuk menjenguk saya. Pernah suatu kali ayah datang menjenguk, namun sesak napas langsung menyerang, maka kami tak lagi mengizinkan ayah untuk datang, biarlah ayah mendoakan dari rumah. Bukankah doa adalah senjata orang mukmin? Dan saya merasakan kiriman doa itu. Usapan tangan ayah dan doa di kening saya menyiratkan berjuta kata sayang yang tak terucap olehnya. Memang ayah tidak pandai membuai dengan kata-kata sayang seperti yang dilakukan mamak, memang ayah tidak membuat bubur atau merawat saya seperti yang mamak lakukan, tapi saya tahu bahwa rasa sayang ayah tidak pernah kurang dari rasa sayang yang mamak miliki.

Saya pun teringat kepada mertua saya. Alangkah sayangnya Allah kepada saya sehingga memberikan saya mertua yang sangat penyayang. Mertua saya berada di kota Lhokseumawe, kota yang berjarak tempuh sekitar 6 jam dengan perjalanan darat. Saat kabar operasi saya yang pertama, Bunda mertua saya langsung berangkat dengan menggunakan mobil angkutan umum, padahal baru beberapa hari sebelumnya saya menelepon dan mengetahui bahwa kondisinya sedang kurang sehat. Begitu pula saat operasi saya yang kedua, bunda dengan segera hadir, padahal saya tahu bunda selalu mabuk kendaraan dalam perjalanan darat, tapi ia tetap datang dan merawat saya. Ayah mertua saya yang tidak bisa datang juga tak henti-henti menelepon suami menanyakan kabar saya.

Duhai Allah....Sungguh bercahaya sosok-sosok tua itu....

Manusia berkembang menuju kedewasaan sesuai dengan tahapannya masing-masing. Saya ingat benar masa-masa pra sekolah (balita) adalah masa-masa dimana kita sangat bergantung kepada orang tua. Beranjak sekolah dasar, kita mulai belajar memiliki banyak teman yang beragam, meski masih sangat bergantung dengan orang tua namun sudah ada "kontaminasi" teman dalam hidup kita. Saat remaja (ABG) di bangku SMP dan SMA "kontaminasi" tersebut yang diperparah dengan proses pencarian jati diri membuat hubungan kita mulai renggang dengan orang tua. Merasa sudah besar, sudah memiliki banyak teman, mampu mengurus diri sendiri (meski masih dibiayai oleh orang tua) banyak orang yang mulai merasa lebih nyaman berada di dekat teman-teman daripada bersama orang tua. Saat kuliah, kemandirian yang semakin terbentuk (apalagi bagi sebagian orang yang tidak lagi tinggal dengan orang tua; kost,etc) dan kemampuan intelektual yang mungkin sudah melebihi orang tua menjadikan hubungan dengan orang tua semakin renggang. Lalu lanjut pada fase bekerja, menikah, memiliki anak, dan seterusnya. Entah mengapa saya melihat fenomena dimana banyak orang yang semakin bertambah usianya maka makin bertambah pula kerenggangannya dengan orang tua. Mereka mengaku sayang kepada orang tuanya, namun hanya berbicara 2 kali dalam setahun, itupun via telepon saat hari raya. Mereka mengaku tak pernah lupa kepada orang tuanya meskipun berada di perantauan, orang tua selalu berada di hati, tapi kabar bahwa orang tuanya sedang sakit justru diketahui dari sanak family yang mengabarkan. Ingatkah kapan terakhir kali anda memeluk ibu atau ayah anda? Masih ingatkah anda dengan bau khas tubuhnya? tahukah anda ada sejumlah kerutan dan bercak cokelat khas penuaan yang kini menghiasi wajah mereka? Jangan kaget, banyak orang yang akan menjawab "tidak" untuk ketiga pertanyaan diatas. 

Arrrghhhhh......mengapa harus ada fenomena seperti ini?

Saat saya menjalani kedua operasi saya, Allah semakin menyadarkan saya bahwa kasih sayang kedua orang tua tak pernah mengenal kata pensiun. Usia saya 26 tahun, jelas saya bukanlah anak kecil lagi, saya sudah menjadi dokter dan sudah menikah. Namun orang tua saya tetap memelihara dan merawat saya. Kita mungkin merasa sudah dewasa, tapi di mata orang tua, kita adalah tetap anak kecil mereka, yang mereka lihat pertumbuhannya dari bayi, yang mereka basuh kotorannya, yang mereka ajarkan berjalan, berbicara, bernyanyi, yang mereka hapus air matanya, yang mereka lindungi dari gigitan nyamuk, yang mereka rela bergadang demi meninabobokan hingga tertidur, yang ayah rela pulang malam untuk membawa pulang rezeki demi ketersediaan makananmu, yang mereka rela tidak membeli obat untuk sakit mereka demi terbayarnya SPP sekolahmu, yang mereka selalu bermunajat kepada Allah setiap malam demi memohon agar Allah selalu menjagamu dimanapun engkau berada dan apapun yang engkau kerjakan. Itulah mereka, orang tua mu. 

Orang tuamu masih menyayangimu. Tak pernah sedikitpun namamu terhapus dari hati mereka. Jika mereka marah kepadamu, biarkan saja! Bukankah dulu mereka tetap tersenyum saat membasuh kotoranmu yang sangat bau? 

Meski kini engkau sudah dewasa, orang tuamu masih mau memeliharamu. Namun kini, dengan segala keterbatasan usia senja mereka, bukankah engkau yang seharusnya memelihara mereka? Bahkan, jika kini mereka sudah tiada, bukankah tak sepatutnya engkau melupakan do'a untuk mereka di setiap shalatmu?

Diriwayatkan dari Anas ra,
"Telah datang seorang wanita kepada Aisyah ra dengan membawa dua anak, maka Aisyah memberi tiga butir kurma, dan wanita itu memberikan kepada kedua anaknya masing-masing sebutir kurma, sedangkan yang sebutir lagi untuk dirinya. Lalu kedua anak itu memakan kurma tersebut. Tak lama kemudian kedua anak itu melihat lagi kepada ibunya, maka sang ibu segera membelah kurmanya dan membaginya lagi kepada dua anaknya masing-masing setengah." kemudian datanglah Nabi SAW dan Aisyah menceritakan kejadian ini. Rasulullah menimpali dengan bersabda, "lalu apakah yang mengherankan kamu dari kejadian ini. Sungguh Allah telah merahmatinya dengan rasa kasih sayangnya kepada kedua anaknya." (HR. Bukhari)

Shalat dan do'akanlah orang tuamu, pintalah Allah agar selalu menyayangi keduanya.   
“Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”

1 komentar:

  1. Betul sekali bahwa Allah mengajari kita dengan banyak hal. Alam dan segala isinya merupakan ayat yang tersirat. Alam ini sering mengatakan kata bijak untuk dijadikan hikmah dan pelajaran bagi manusia yang berpikir.

    BalasHapus